
Pulo Aceh adalah satu-satunya kecamatan di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, yang memiliki wilayah kepulauan. Kecamatan Pulo Aceh memiliki 10 pulau, namun hanya 3 pulau yang berpenghuni. Yaitu Pulau Nasi, Pulau Breueh, dan Pulau Teunom (Keureusek). Pulau terbesar, yaitu Pulau Breueh, terdiri dari 2 mukim, Mukim Pulau Breueh Selatan dan Mukim Pulau Breueh Utara, yang dibagi lagi menjadi 12 desa. Ibukota kecamatan Pulo Aceh berada di Lampuyang, sebuah desa yang termasuk dalam mukim Pulau Breueh Selatan.
Sebagai daerah kepulauan, mata pencaharian utama para penduduknya adalah nelayan. Berbagai jenis hasil laut seperti cumi-cumi, gurita, ikan tongkol, tuna dan lobster merupakan beberapa hasil utama Pulau Breueh yang kebanyakan diperdagangkan di Banda Aceh. Selain dari hasil laut, pertanian dan perkebunan juga menjadi mata pencaharian penduduk Pulau Breueh. Pulau Breueh memiliki topografi alam perbukitan dengan hutan yang masih sangat lebat di tengah pulau dan banyak pantai landai dengan pasir putih di sisi luarnya. Kondisi alam yang indah dan masih belum banyak tersentuh tangan manusia membuat Pulau Breueh memiliki potensi wisata yang sangat besar.


Siapkan juga uang yang cukup untuk biaya selama di Pulau Breueh. Tidak terdapat Bank atau ATM di sana. Memang penduduk lokal kebanyakan tidak meminta uang dari para pelancong yang berkunjung ke Pulau Breueh atas jasa akomodasi selama di sana. Mereka sangat senang menerima dan sangat menghormati tamu. Namun, alangkah baiknya apabila pelancong memberikan uang paling tidak untuk mengganti uang belanja mereka.
Tidak jauh dari pusat Desa Gugop terdapat pantai yang sempurna untuk menikmati matahari terbenam. Pantai Lambaro namanya. Pantai yang landai, memiliki alur panjang, serta pasir putih yang memikat ini memang menghadap arah barat. Apabila langit cerah, matahari tenggelam akan tampak sangat indah. Kelebihan lainnya, pantai ini relatif sepi. Jadi, pelancong akan merasa seperti menikmati sunset di pulau milik pribadi. Tapi pantai yang sepi ini bisa berubah menjadi sangat ramai ketika hari-hari besar agama Islam, seperti sehari sebelum 1 ramadhan, hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sudah menjadi tradisi di Aceh, ketika hari raya penduduk lokal akan berbondong-bondong berkumpul di pantai. Menjadi salah satu tujuan utama di Pulau Breueh memberikan konsekuensi cukup buruk bagi pantai ini, yaitu sampah plastik yang berserakan. Bagi para pelancong, kalaupun tidak bisa ikut membersihkan pantai, tolong sekali, paling tidak jangan ikut mengotori. Bawa kembali sampah-sampah milik kalian.
Sekitar setengah jam naik motor dari desa Gugop, terletak Pantai Balu. Struktur pantai yang mirip dengan Pantai Lambaro ini merupakan salah satu primadona wisata di Pulau Breueh Selatan. Mungkin karena letaknya lebih jauh daripada Pantai Lambaro menjadikan pantai ini lebih jarang dikunjungi oleh orang. Sisi positifnya, Pantai Balu menjadi lebih bersih daripada Pantai Lambaro.

Apabila memiliki waktu longgar, kunjungi pula beberapa pelabuhan kecil seperti pelabuhan di desa Rinon, Meulingge, atau pun Lampuyang. Bahkan, di desa Lampuyang pelancong bisa mengunjungi tempat pembuatan kapal nelayan yang terbuat dari kayu. Beberapa pantai di Lampuyang juga bisa digunakan untuk menikmati matahari terbit. Dan, bagi pecinta petualangan, mendaki salah satu bukit yang konon di atasnya terdapat sebuah benteng Belanda juga menjadi alternatif kegiatan yang sangat menyenangkan. Dan temukan pula kisah-kisah unik dari tapal batas dengan banyak-banyak berinteraksi dengan penduduk lokal selama di salah satu pulau terbarat di Indonesia ini.
Berdasarkan folktale yang berkembang di masyarakat Pulo Aceh, nama Pulau Breueh dan Pulau Nasi berasal dari jenis makanan yang harus dibawa oleh pendatang ketika mengunjungi pulau tersebut di masa lampau. Dahulu, apabila ada orang yang datang ke Pulau Nasi, dari daratan Sumatra membawa nasi untuk bekal mereka. Namun ketika mereka pergi ke Pulau Breueh, karena letaknya yang lebih jauh, ternyata nasi yang dibawa dari rumah sudah menjadi basi. Sebagai pelajaran, akhirnya mereka membawa beras saja. Ya, breueh dalam Bahasa Aceh berarti beras. Lalu, kenapa dinamakan Pulau Nasi, bukan Pulau Bu (Bu dalam Bahasa Aceh berarti Nasi), atau Pulau Breueh, bukan Pulau Beras? Saya belum menemukan penjelasan yang memuaskan atas pertanyaan itu.